Thursday, April 22, 2010

KONFLIK ISLAM—BARAT YANG TAK KUNJUNG SELESAI

KONFLIK ISLAM—BARAT YANG TAK KUNJUNG SELESAI[1]

By: A. Ajidin

Prolog

Untuk kesekian kalinya kita akan membahas dan mendiskusikan tentang konflik yang terjadi selama ini, semua kejadian dengan pasti selalu dikaitkan dengan adanya agama. Dalam hal ini, agama yang selalu menjungjung tinggi kemulyaan dan hak-hak asasi manusia. Karena manusia di ciptakan oleh Tuhan untuk saling menghormati dan saling menghargai.

Dilihat dari sisi terminologi, kata “agama”menurut bahasa sansekerta adalah “kumpulahan aturan”. Dengan akar kata “gam” yang berarti “pergi’dan awalan “a” berarti “tidak” maka “agama”berati “tidak pergi”atau “yang tidak berubah”. Kalau “gama”diartikan “kacau” maka “agama”artinya “yang tidak kacau” atau “teratur”. Berangkat dari pengertian terminologis ini, agama merupakan pedoman dasar untuk membuat manusia pemeluknya hidup teratur sesuai dengan yang di ajarkan agama itu. Agama diklaim sebagai “kebenaran mutlak”karena dipercaya ajarannya bukan berasal dari manusia melainkan dari Tuhan yang diturunkan kepada manusia melalui utusnnya.[2]

Hal ini, agama selalu berkaitan dengan sebuah keyakinan atau keimanan para pemeluknya. Dimana para pengikut agama akan selalu beriman dan percaya atas ajaran agamanya masing-masing.

Term “iman”berasal dari bahasa Arab “amana-yu’minu-imanan”, berarti percaya, tunduk atau taat. Dalam terminologi ketuhanan, kata “iman”memiliki makna sebagai keyakinanan terhadap adanya Tuhan dengan segala konsekuensinya (mengikuti perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya). Karena itulah, diskursus keimanan menjadi tema sentral bagi semua agama. Agama manapun di muka bumi ini, pasti meyakini (mengimani) adanya Zat yang mencipta alam semesta seisinya, termasuk manusia. Perbedaan penyebutan nama Tuhan; Allah, Sang Hyang Widi, Dewa, Thian ataupun lainnya, bukanlah menjadi penghalang bagi keimanan seseorang. Substansi Tuhan, sungguh-pun disebut dengan beribu-ribu nama, hakikatnya satu, yaitu Zat pencipta alam semesta seisinya serta mengatur roda kehidupan segala makhluk di dunia hingga akhirat.[3]

Pada hakekatnya semua agama akan mengajarkan kepada kebenaran dan kepada keyakinan. Terutama Islam yang selalu mengajarkan kepada umat dan pengikutnya untuk bersikap tunduk, dan taat terhadap ajaran-Nya. Karena Islam agama Allah yang di bawa melalui utusan-Nya Nabi Muhammad bin Abdullah, bin Abdul Muthalib. Sedangkan Nabi Muhammad di utus kemuka bumi ini, untuk menyempurnakan akhlak. Sebagaimana sabdanya yang tidak asing lagi buat kita. “Aku (Muhammad) hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak (moralitas) yang baik”. Islam agama yang mengakui semua utusan dan mengakui semua Nabi Allah yang diturunkan kemuka bumi ini, untuk mentauhidkan umat-umatnya.

Benturan Peradaban

Konsep sejarah Islam juga memberikan sumbangan terhadap tradisi revolusioner dan dinamisme Islam. Bagi Muslimin, sejarah merupakan suatu proses yang hidup dengan suatu tujuan untuk dicapai dan dengan tekad mencapai tujuan itu; menegakkan umat Islam yang adil dan universal. Sementara merujuk model masa lalu, Muslimin juga mengharapkan tercapainya ummat Islam yang transformasi dan sempurna kemasa depan yang dapat diramalkan.[4]

Rasa-rasanya buat kaum Muslimin perlu merenung ulang, bahwa sesungguhnya agama Islam merupakan agama keadilan, yang kemudian itu perlu pula mengamalkannya sesuai dengan porsi dan posisinya masing-masing. Apakah ia sebagai pelajar, sopir maupun pedagang kakilima dan sebagainya. Karena agama Islam secara eksplisit menyebutkan masalah keadilan tidak kurang dari 56 ayat di dalam Al-Qur’an, belum lagi yang inplisit dalam bentuk perumpamaan. Misalnya, surat ar-Rahman, ayat 7-9, kemudian didalam hadits atau dalam sunnah-sunnah Rasulullah saw. yang di jelaskan dan percontohkan dalam risalah-risalah para Rasul Allah semenjak Nabi Adam hingga Nabi Muhammad saw. Kesemuanya membawa tugas menyampaikan keterangan tentang jalan hidup yang beresensi kebenaran hakiki serta untuk menegakakkan kebenaran tersebut, agar dapat berdiri tegak atau dapat hidup sesuai dengan hakikat keberadaanya. Jadi tegaknya keadilan adalah prasyarat utama bagi masyarakat manusia yang beradab dan martabat.[5]

Apakah yang sekarang terjadi dengan adanya karikatur Nabi Muhammad, sebagai salah satu benturan peradaban antara Islam dan Barat. Sebagaimana yang sering dilontarkan oleh Samuel Huntington, dalam The Clash of Civilization.

Atau lebih jauhnya kita bisa melihat tentang kejadian karikatur tersebut terjadi pada 17 September 2005 di Denmark. Yang diterbitkan oleh majalah “Politiken” dengan judul “al-Rahbatu al-Syadidah min ‘Itiqhadi al-Islam”, di tulis oleh Carry Pulotiken. Dan pada tanggal 30 Sepetember 2005, gambar karikatur ini, di muat kembali sebanyak 12 gambar karikatur, sebagai penghinaan kepada Nabi Muhammad saw. Carry Pulotiken menulis artikel dengan judul “wajh Muhammad”, dan secara serempak gambar ini, di muat oleh koran Nerwegia Magajinet, dan koran Jerman “Die Welt”, koran Perancis “France Soir”, dan koran-koran yang lainya, terdapat di Eropa dan Amerika.[6]

Dikatakan juga dalam majalah Alwaei tersebut, bahwa tentang penghinaan terhadap Nabi sudah berlangsung sejak abad 8 M, yang berhubungan permasalahanya dengan Kitab Yuhana al-Damsyki (676-749 M) dengan judul “al-Harthaqah”. Sedangkan pada abad modern muncul tentang gambar karikatur muhammad saw. dalam beberapa buku yang beredar di Barat, di antaranya dalam buku “Hayatu Muhammad”, ditulis oleh seorang orentalis asal Perancis bernama “Siyurdy Riyar”. Dan buku ini, dicetak di London pada tahun 1719. Bahkan setelah kejadian peledakan Pentagon 11 september 2001, tersebar juga gambar tentang penghinaan kepada Nabi, padahal Nabi yang kita Imani dan kita yakini, adalah seorang yang membawa kedamian dan rahmat bagi umatnya. Pada tahun 1997 Israel juga menyebarkan penghinaan kepada Nabi dengan menyebarkan gambar karikatur yang merupakan penghinaan terhadap Nabi, yang di tulis oleh “Tatina Susken”.[7]

Apakah ini, yang di gambarkan Barat terhadap Islam. Padahal ada sebagian penulis Barat yang menerangkan bahwa Muhammad mempunyai pribadi sebagi peletak sejarah dunia yang membawa kedaiman dan ketentraman. Pada abad yang lalu sampai pada abad modern. Diantaranya; Thomas Arnold, Bernad Soo, Ana Mary Samuel, dan Michael Hart, yang menulis buku tentang “al-Kholiduun Mi’at ‘Adzamuhum Muhammad Rasulullah”, dia mengatakan di antara seratus pemimpin yang berhasil menyebarkan kedamain dan berdakwah di dunia ini, adalah Muhammad. Hal ini, tentu di dasarkan pada beberapa sebab. Pertama; Karena risalahnya komprehensif untuk dunia dan akhirat. Kedua; Karena dakwahnya menyebar keselusuh pelosok dunia Timur dan Barat. Ketiga; Dari pertama dia mampuh menyatukan mereka menjadi golongan umat yang satu (ummatan wahidah).

Saat ini, teologi Islam mendapat tantangan yang besar sekali. Tentu saja, teologi tidak cukup hanya di pahami sebagai “ilmu tentang ketuhanan”yang taken for granted saja di kalangan umat beragama. Tatapi, lebih dari itu, di tuntut untuk menerjemahkan apa yang di sebut sebagai “kebenaran agama”dalam konteks realitas sosial kehidupan manusia. Dengan begitu, teologi bukan sekadar “sebuah wacana ilmu ketuhanan” yang cenderung bergerak di “wilayah ide”an sich, melainkan juga menumbuhkan “kesadaran teologis” yang bersifat praksis bagi kalangan beragama dalam rangka memecahkan problem-problem sosial yang menghimpit kehidupan umat manusia.[8]

Dialog Agama Apakah Sebuah Solusi?

Dari sudut pandang kaum Muslimin, saling pengertian dan dialog merupakan akibat logis ajaran asasi Kitab suci al-Qur’an. Pada titik mula sekali, logika saling pengertian dan dialog antaragama dapat di telusuri akar-akarnya dalam pandangan bahwa sebenarnya agama alam semesta ini adalah al-Islam, yaitu sikap pasrah yang total kepada Sang Maha pencipta. Kitab suci memberikan berbagai ilustrasi tentang ketundukan, ketaatan dan kepasrahan alam semesta kepada Tuhan[9]. Di antara Firman Allah swt.

Bertasbih kepada-Nya seluruh langit dan bumi, juga mereka yang ada di dalamnya. Tidak ada sesuatu apa pun kecuali bertasbih dengan pujian kepada-Nya, namun kamu sekalian (manusia) tidak mengerti[10]

Manusia hidup didunia ini, tidak bisa terlepas dari sebuah komunitas masyarkat. Yang beraneka ragam, jenis, warna kulit, dan bangsa, serta agama sekalipun. Sedangkan manusia beragama bukan berarti harus lari dan kabur dari sebuah realitas yang ada, akan tetapi bagaimana kita memahami agama sebagai jalan untuk menuju sebuah kebahgian dunia dan akhirat. Sebagai contoh Islam mengajarkan kepada umatnya untuk bisa menjalin hubungan dengan baik, dengan yang lain, dalam artian dengan beda agama. Karena semua agama mengajarkan kepada sebuah kebenaran. Sekalipun Islam mempunyai pandangan hidup yang luas bagi umatnya.

Dalam Al-Qur’an misalnya; “Siapakah yang tidak senang kepada agama Ibrâhîm kecuali orang yang membodohi dirinya sendiri?!. Kami sungguh telah memilihnya di dunia, dan Akhirat pastilah ia tergolong orang-orang yang saleh. Ketika Tuhan berfirman kepadanya, “Pasrahlah engkau!” Ia menjawab, “Aku pasrah kepada Tuhan seru sekalian alam. Dan Ibrahim pun berpesan dengan ajaran itu kepada anak-anaknya, begitu pula Ya’qub: “Wahai anak-anaku, sesungguhnya Allah telah memilihkan untuk kamu ajaran ketundukan (al-Din), maka janganlah sampai kamu mati kecuali sebagai orang-orang Muslim (pasrah kepada Allah)’. Apakah kamu menjadi saksi saat maut datang kepada Ya’qub, ketika ia bertanya kepada anak-anaknya, “Apa yang akan kalian sembah setelah aku tidak ada? “Mereka, Ismail, dan Ishaq, yaitu Tuhan Yang Maha Esa, dan kami semua orang-orang yang Muslim kepada-Nya”.[11]

Pada dasarnya Islam mengajarkan kepada manusia secara individu maupun kelompok manusia secara universal harus terbuka kepada agama yang ada di muka bumi ini. Karena merupakan sebagian cipataan Allah swt.

Kalaulah pendapat yang mengatakan bahwa ”manusia modern tidak lagi dapat menerima pandangan yang menyatakan hanya satu agama yang benar, tetapi banyak” dapat di terima oleh seluruh manusia yang mengaku modern, niscaya topik pertemuan kita, tidak perlu dibahas.[12] Ayat 62 surat Al-Baqarah menyatakan bahwa: “Sesungguhnya orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang Shabiin; siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian serta beramal saleh, mereka semua akan mendapatkan pahala dari Tuhan mereka dan tidak akan kuatir, tidak pula akan bersedih”

Kalaulah ayat ini dipahami oleh umat Islam sebagaimana bunyi harfiahnya, dan di terima pula oleh para pengikut agama-agama tanpa mengaitkannya dengan tesk-teks keagamaan yang lain, niscaya absolutisme dan keberagamaan akan sangat berkurang, atau pupus sama sekali. Seandainya paham yang menyatakan “kebenaran agama adalah apa yang di temukan manusia dari pemahaman kitab sucinya sehingga kebenaran agama dapat beragam dan bahwa Tuhan merestui perbedaan cara keberagamaan umatnya”, atau apa yang di kenal dalam ajaran Islam dengan istilah tanawu’al-‘ibadah, niscaya tidak akan timbul kelompok-kelompok yang saling mengkapirkan.[13]

Sedangkan menurut Louis. Kattsof, “agama ialah suatu unsur mengenai pengalaman-pengalaman yang di pandang mempunyai nilai yang tertinggi. Pengabdian kepada suatu kekuasaan yang di percaya sebagai sesuatu yang menjadi sebagai asal mula, yang menambah dan yang melestarikan nilai-nilai ini, dan sejumlah ungkapan yang sesuai tentang urusan dan pengabdian tersebut, baik dengan jalan melakukan upacara-upacara simbolis maupun melalui perbuatan-perbuatan lain yang bersifat perseorangan dan yang bersifat kemasyarakatan”.[14]

Dalam dua kutipan tadi, kita bisa memahamai bahwa keberagamaan seseorang tidak akan sempurna dengan tidak memahami keberagamaan orang lain. Dalam artian kita bisa saling menghargai dan saling berkomunikasi dengan agama yang lain. Agar tercapai suatu perdamaian dan di muka bumi ini.

Menurut Prof.Dr. Muhammad Hamdi Zaqzuq, beliau mengatakan; “bahwa dialog antar agama merupakan realitas yang tidak bisa di elakan yang harus dilakukan secara individu maupun kelompok, untuk menuju sebuah kebenaran, perdamaian, dan keadilan, sehingga adanya pemahaman antar agama. Maka dengan demikian di tuntut adanya keikutsertaan para pengikut agama masing-masing untuk mencapai sebuah kesepakatan”.[15] Dengan begitu, tidak akan terjadinya saling mencurigai dan membenci, bahkan tidak adanya satu agama dengan agama yang lain di katakan terorisme.

Penulis, merasa yakin kalau seadainya di alog antar agama, merupakan salah satu solusi, yang bisa menjamin adanya saling pengertian dan saling menghormati antar agama. Selagi dialog itu sesuai dengan koridor agama masing-masing. Bahkan tidak akan terjadi adanya benturan peradaban. Sebagaimana yang sering kita dengar dari Barat. Tapi menurut penulis, bahwa Barat atau siapa saja yang menuduh Islam salah satu peradaban yang akan menghancurkan mereka, itu hal yang salah. Karena Islam di turunkan oleh Tuhan kemuka bumi melalui lisan Nabinya adalah sebagai rahmat untuk sekalian alam.

Epilog

Kita menamakan dialog Timur dan Barat dalam pengantar, disebabkan karena kita secara geografi terletak di Timur dan tidak ada korelasinya dengan “Persepsi Imprealisme” atau ”Sufi”, menurut ahli Timur. Dan begitu juga secara “Rasional”, menurut Barat. Dengan begitu, kami katakan bahwa kedua elemen ini, mempunyai keistimewaan masing-masing secara sosial, politik, dan agama. Yang pada dasarnya semua mempunyai peradaban yang berbeda-beda.[16]

Karena mungkin bisa jadi, kita (Timur) dan Barat mempunyai pandangan hidup yang berbeda-beda. Sesuai dengan apa yang kita yakini dan kita pelajari dalam Kitab suci. Akan tetapi Al-Qur’an juga menegaskan bahwa kita diciptakan berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kita saling mengenal. Dalam hal ini, dialog antar agama merupakan salah satu saling mengenal, agar tidak terjadi penghinaan dan pelecehan antar agama.

Karena karakteristik pandangan hidup Islam akan dapat dipahami dengan lebih jelas jika dibandingkan dengan pandangan hidup lain. Perbandingan yang paling relevan untuk saat ini adalah pandangan hidup Islam dan Barat.[17]

Kenapa hal ini, menjadi sangat relevan pandangan hidup Islam di sandingkan dengan pandangan hidup Barat. Mungkin bisa jadi agar tidak ada kecurigaan Barat terhadap Islam. Dan Barat agar mengetahui bahwa Islam adalah agama yang menghormati peradaban yang lain. Terakhir yang menjadi pertanyaan penulis, adalah kenapa konflik Barat dan Islam sampai saat sekarang ini. Tidak pernah selesai?. Apakah betul pertanyaan itu. Mari kita diskusikan bersama. Wallahu ‘alam..



[1] Coretan ini dipresentasikan pada Sabtu 18 Maret 2006, disekretariatan IKBAL, dalam acara diskusi gabungan antara IKBAL Bandung dan IKBAL AL-MIEIN Madura.

[2] Tulisan ini, saya ambil dari Kolomnya HD. Haryo Sasongko, tentang Agama dan Pluralisme Demokrasi.

[3] Lihat. Aqiel Siradj, MA. Prof. DR. KH. Islam Kebangsaan Fiqih Demokratik Kaum Santri, hal: 43, Pustaka Ciganjur, Cet, 1999.

[4] A. Ezzati. Gerakan Islam Sebuah Analisa, Judul asli; The revolutionary Islam. Penj Agung Sulistyadi, Pustaka Hidayah, hl: 92. Cet. April 1990.

[5] Islam Muti Dimensional, 18 Tokoh—Ilmuwan dan Cendikiawan angkat bicara”, di terbitkan atas kerjasama Lemabaga Penelitian Pengembangan Pendidikan dan Teknologi dengan Penerbit Amarta. Hal: 90.

[6] Lebih jelasnya baca Majalah Alwaei, edisi, 486, bulan Maret 2006 atau bulan Shafar 1427 H. Hal:24.

[7] Ibin. Hal: 25.

[8] Lihat. Budy Munawar-Rahman, Islam Pluralis, wacana Kesetaraan Kaum Beriman, Pengantar; Djohan Effendi, Paramadina, hal: 322.

[9] Lihat. Passing Over, Melintas Batas Agama, Penerbit Gramedia, hal; 7.

[10] QS. Al-Isra’/ 17: 44.

[11] QS. Al-Baqarah/ 2: 130-133.

[12] Lihat. M. Quraish Shiahab, Dr. “Membumikan Al-Qur’an”, hal: 217, Pustaka Mizan, cet. Desember 1995.

[13] Ibid. hal: 217.

[14] Lihat. Louis. Kattsof, “Elements of fhilosofy”, di alih bahasakan oleh: Soejono Soemargono, menjadi “ Pengantar Filsafat”, hal: 436, cet. Juni 2004, penerbit Tiara Wacana Yogya

[15] Lebih jelasnya bisa dibaca al-Islam wa Qhadaya al-Hiwar, Muhammad Hamdi Zaqzuq, Prof.Dr. Wizaarah al-Auqhaf, hal: 69, cet. 2002.

[16] Lihat. Hiwar al-Masyriq wa al-Magrib, Dr. Hasan Hanafi dan Dr.Muhammad Abid al-Jabiri, hal: 22, penerbit Ru’yah Li Nasyr wa al-Tauzi’.

[17] Pendapat ini, saya ambil dari Kumpulan makalah Wokshop Pemikiran Islam Kontemporer, Ahad-Selasa, 19-21 februari 200., hal: 9

SYIRIA NEGRI SYAM YANG PENUH PERADABAN

SELAYANG PANDANG SYIRIA[1]

Nama Negara : Jumhuriyah al-Syiria (Republik Arab Syiria).

Kepala Negara : Adib Syisyakli 1954-1958

Hasyim al-Anasi 1958-1961

Syukry al-Quuthali 1961-1963

Tadhim al-Qudsy 1963-1966

Amin al-Khafidz 1966-1971

Nurdin al-Athasi 1971-1985

Hafidz al-Asad 1985-1994

Dr.Basyar al-Asad (1994- sampai sekarang).

Presiden : Dr. Basyar al-Asad

Merdeka : 17 April 1946

Ibu Kota : Damaskus

Kota-kota Besar : Damaskus, Allepo, Hams, Latakia, dan Hama.

Luas : 185. 180 km²

Iklim

Negara Syiria berada di daerah iklim yang sedang di Timur laut Tengah, karena angin pada musim hujan selalu berbalik ke pinggiran pantai. Yang menyebabkan cuaca tidak terlalu dingin. Keadaanya bagaikan cuaca di kebanyakan negara-negara Asia. Akan tetapi pada musim panas, anginnya tidak panas bahkan dingin karena cuaca dingin datang dari arah Utara pertengahan Eropa atau datang dari Utara negara Serbiya, yang lewat melalui negara Turkiya. Disana bisa turun salju, khususnya pada musim hujan dengan frekuensi derajat rata-rata nol derajat. Sedangkan frekuensi panas datang dari pada bulan Januari, 5 derajat Celcius, ini merupakan cuaca sedang. Akan tetapi pada musim panas 30 derajat celcius. Kira-kira lamanya musim panas sekitar tiga bulanan. Iklim negara Syiria terbagai kepada empat;

1. Daerah perpantai sebelah Barat permukaan laut hujan mecapai 700 M kurang lebih. Ada juga di ujung Timur laut dekat perbatasan Turki, Irak dengan permukaan laut sebelah Timur dan Barat pantai sering turun hujan dan salju. Dengan ukuran kira-kira 1000 M, akan tetapi permukaan laut mencapai kira-kira 2% dari Syiria.

2. Bagian Utara dan daerah sungai al-Asyi turun hujan antara 300 M-500 M, daerah ini yang menjadi pusat pertanian seperti; sayur-sayuran dan yang lainya. Di daerah ini hampir mencapai 40% para penduduk bertani dengan menanam biji-bijian, dan kapas.

3. Bagian Utara dari sebelah Selatan, turun hujan mencapai kira-kira 100 M- 250 M. Di daerah ini tidak mungkin untuk menjadi lahan pertaniah akan tetapi di terdapat pohon-pohon.

4. Iklim padang pasir yaitu; dari sebelah Selatan negara merupakan bagian padang pasir, jarak dari kota kira-kira 25 %, dan keadaan turun hujan kira-kira 100 M.[2]

Penduduk : 9,5 Miliyun jiwa (1983) dengan kepadatan penduduk 72 miliyun jiwa (175 ribu per km2) [3]. 12, 6 Miliyun jiwa (1990), 17,8 (2000), di perkirakan tahun (2025) mencapai 31,7 Miliyun jiwa.[4]

Agama : Muslim 86 %, Kristen 12,5 % dan selainya, terdiri dari unsur-unsur keturunan, Arab, Kurdi, Armenia, dan Turki.[5]

Bahasa : Arab (bahasa Resmi), Perancis, Kurdi, Armenia, Circassi, dan Aram.

Industri Utama : Gandum, kapas, tebu, tanaman bit gula, chrom, (elemen logam), buah-buahan, semen, barang-barang tekstil, dan kaca. Dan ada juga terdapat besi, minyak, garam, dan pospat.

Hasil Pertanian : Gandum, sayur-sayuran, anggur.

Mata uang : Lirah Syiria.

SYIRIA NEGRI SYAM YANG PENUH PERADABAN

By: A. Ajidin

a. Pendahuluan

Secara geografis Negara Syiria terletak di Timur laut Tengah, sebelah Barat bagian Asia yang berada di antara Garis lintang Selatan 32 derajat, 37 garis lintang Utara, dan berada di antara garis lintang 36, 42 derajat bagian Timur. Berada di permukaan laut bagian barat Syiria sebelah gunung Ansyariyah yang tinggi di sebelah Timur barat. Kira-kira mencapai ketinggian 1300 M, dan terdapat juga daerah gunung berapi (volcano) yang berada di sebelah Huraan dan gunung Daruuz di sebelah Selatan. Banyak juga padang pasir al-Jabariyah yang berada di sekitar Syiria. Panjang negara Syiria dengan Laut Tengah kira-kira mencapai jarak 150 km. Setelah Turki menguasai Teluk Iskandarunah dengan bantuan Inggris dan Perancis.

Di sana juga terdapat gunung Harmun (al-Sekh) yang memanjang sampai ke gunung libanon, ketinggianya mencapai 300 M, dengan ketinggian gunung tersebut menjadi tempat sumber air. Dari ujung Selatan Syiria terdapat ketinggian gunung al-Daruuz, terdapat atsar-atsar volcano yang dahulu pernah terjadi letusan, sedangkan ketinggian mencapai 200 M.

Sebenarnya kalau kita perhatikan perjalanan sejarah negara Syiria dari mulai Pra-Sejarah sampai sekarang ini, menjadi sangat unik untuk kita perhatikan dan kita kaji. Karena di sana menyimpan berbagai peninggalan sejarah pada masa silam. Sebelum kita memasuki kepada penjelasan yang lebih detail, pertama kita harus mengetahui bagaimana Syiria pada masa Pr-Sejarah atau sebelum Masehi?. Kedua; bagaimana kita mengetahui Syiria pada masa Masehi?.

Nama Syiria pada masa dahulu di sebut bagian pinggiran Timur laut Tengah yang menjulang dari gunung Thuruus sampai Sina. Ada juga yang menyebut Syiria dengan nama Syam, dan orang-orang Eropa menyebutnya dengan nama Lipant. Akan tetapi daerah ini dalam sepanjang sejarah belum pernah terbagi-bagi. Bahkan perbatasan daerah Syiria dengan perbatasan Merah belum pernah di kenal pada abad 19.

b. Peradaban Syiria SM (Sebelum Masehi)

Masa Pra-Sejarah sebenarnya sudah tidak asing lagi di telinga kita, bahkan semenjak kita SD, dan seterusnya kita akan mengenal dengan nama atau istilah masa batu dan masa-masa yang linnya. Akan tetapi penulis bukan tidak ingin untuk membahas tentang masalah Pra-Sejarah secara mendetail yang bukan menjadi pembahsan kita. Hanya untuk memulai sesuatu sebaiknya kita mengetahui terlebih dahulu sejarah-sejarah sebelumnya. Di sini penulis ingin mengajak kepada anda untuk mengetahui zaman Pra-Sejarah nya negara yang menjadi kajian kita ini.

Negara Syiria pada zaman Pra-Sejarah, disebut Negara Syam. Karena menurut sejarah yang menceritakan negara Syiria termasuk dalam bagian negara Syam. Untuk mengetahui lebih jauh tentang negara Syiria ini, kita perlu mengetahui terlebih dahulu tentang Syiria pada masa Pra-Sejarah. Syiria pada masa Pra-Sejarah terbagi kepada beberapa bagian, di antaranya;

1. Bangsa Al-Umuriyun

Al-Umuriyun yaitu; Bangsa Arab yang berada pada zaman dahulu yang merupakan keturunan bangsa Al –Kan’aniyun yang bertempat tinggal di negara Syiria pada tahun 2500 SM. Bangsa Al- Umuriyah membuka negara-negara seperti Irak, dan mereka semua bertempat tinggal di sana. Sampai mereka mendirikan negara yang bernama Al-Babaliyah yang pertama kali. Dari Raja-raja yang termashur dalam bangsa Al-babaliyah ini, adalah Raja Hamurabi, yang kira-kira berada pada abad 166-177 SM. Bangsa Hamurabi ini bercampur dengan dengan bangsa Al-Ramiyah pada abad ke-10 SM.

Sebagian Raja-raja mereka yang bertempat tinggal di negara Syam; di antaranya pertama; Negara al-Rifaiyah yang berada di Huraan, kedua; Negara Hisban yang terletak sekarang sekitar 25 km sebelah Utara bagian Barat dari negara Aman. Sedangkan yang di maksud dengan kalimat Umuruu Sumeriyah adalah Barat—yaitu; Barat Irak.

2. Bangsa Al-Kan’aniyun

Al-Kan’aniyun adalah; bangsa Arab pada zaman dahulu kala, yang berhijrah dari daerah Teluk Arab dan bertempat tinggal di negara Syam. Yaitu; Negara Syiria, Libanon, dan negara Palestina. Keberadaan bangsa ini kira-kira pada abad ke-3 seratus tahun SM. Sedangkan keturunan mereka berada di negara Palestina. Di antara keturunan mereka yang tinggal di sana adalah; pertama; Al-Yabasiyah yang berada di daerah al-Quds dan sekitarnya. Kedua; Al-Jarjasiyun yang bertempat tinggal di sebelah Barat dari Bahirah Thariya sampai al-Jalil dan al-Karmal. Ketiga; Al-Hawiyun, sedangkan mereka bertempat tinggal di Nables dan sekitarnya. Dan ada juga mereka bertempat tinggal di daerah Abi Ghusyi. Kempat; yaitu terakhir adalah bangsa Al-Amalighah yang datang dari daerah Bi’r al-Sab’u dan sekitarnya.

3. Bangsa Al-Araamiyun

Al-Araamiyun juga merupakan bagian dari bangsa Arab pada masa lalu, mereka datang dari negara yang ada di antara dua sungai dan furat tengah berada pada abad ke-13 SM. Mereka sampai mendirikan kerajaan yang bernama kerajaan Hamaah pada abad ke-11 SM. Dan mendirikan kerajaan Tal Barsib pada abad ke-10 SM, serta mendirikan kerajaan Damaskus pada abad ke-9 SM. Semua kerajaan ini jatuh di tangan Al-Asyuriyin pada tahun 734 SM. Sampai-sampai dampak dari bahasa Al-Aramiyah ini menyebar secara luas kenegara Irak, Iran, dan Syiria. Begitu juga bahasa orang-orang Palestina ketika datang Sayyid al-Masih menggunakan bahasa Al-Aramiyah. Bahkan sudah tertulis dari sebagian Asfar al-Taurat. Bahwa mereka menggunakan lahjah al-Suryaniyah, al-Kaldaniyah, dan lahjah ini juga di pergunakan di sebagian penduduk perkampungan Jabal al-Qalmun yang berada di negara Syiria sampai sekarang ini[6]

4. Peradaban al-Kan’aniyun

Bangsa Al-Kan’aniyun hidup di “Negara Palestina” sejak tahun 2700 SM. Dan mereka mendirikan bangsa lain yang di sebut dengan bangsa al-Faniqyun yang bertempat tinggal di pinggir pantai Syiria dari kerajaan Ogariet yang ada di bawah kepimpinan Syamra, sampai pinggir pantai Palestina.

Pada tahun 1200 SM berhijrah Musa dan kaumnya ketanah Kan’an, yang belum ada kehidupan di sana sama sekali. Setelah Musa berhijrah di ikuti oleh “Yusa’ bin Nun”, sedangkan pada masa hijrahnya Yusa’ bin Nun di sana sudah ada kehidupan kecil-kecilan. Kehidupan ini di sebabkan karena adanya bangsa atau kaum Kan’aniyun terpecah-pecah.

Kira-kira 1000 Tahun SM, Daud menjajah al-Quds dan sebagian daerah-daerah yang masih ada yang tinggal bangsa Al-Kan’aniyin yang masih tetap berada di muka bumi. Hal ini terjadi setelah Raja Sulaiman membagi Al-Ibraniyun menjadi dua bagian. Pertama; Al-Samirah, yang berada di sebelah Utara. Kelompok ini berada dalam kepemimpinan bangsa Al-Syuriyun di bawah pimpinan Sarjun al-Sani berada pada tahun 722 SM. Kedua; adalah kelompok Yahuda yang berada di sebelah Selatan. Kelompok ini berada dalam kepemimpinan “Nabuu Hud Nasr” berada pada tahun 576 SM.

Sepanjang zaman bangsa Al-Kan’aniyun—dan Ahli Bilad—mereka itu berada negeri tersebut. Bahkan mereka tidak pernah meninggalkan negara itu, sampai mereka meninggalkan sejarah-sejarah terhadap Yahudi. Seperti penggunaan bahasa, peradaban, dan adat istiadatnya.[7]

Penulis juga berpikir bahwa bisa jadi bangsa Syiria asli adalah keturunan dari bangsa Al-Aramiyun. Yang sampai sekarang keturunanya terus menyebar keseluruh pelosok kota Damaskus dan sekitarnya.

b. Negara Syiria Dalam Masa Peradaban Modern

Negara Syiria terlepas dari penjajahan pada bulan April 1946 M, sedangkan pelantikan menjadi negara Republik pada tahun 1941 M. Semua itu ada di bawah undang-undang militer sejak Maret 1949 M. Yaitu merupakan undang-undang multi partai, akan tetapi pada realitasnya hanya sebagai formalitas belaka. Pada tahun itu yang menguasai hanya satu partai yaitu; Parta al-Ba’syu yang mengatur dari segala lini kehidupan, walaupun di sana banyak partai, akan tetapi tidak berpungsi.

Syiria setelah mendapatkan kemerdekaan dari penjajahan Perancis, pada tahun 1949 M, selama masa kemerdekaanya negara Syiria sudah mengalami tiga kali kudeta kekuasaan yang berturut-turut dalam jangka waktu satu tahun, kudeta ini di lakukan oleh pihak militer. Kudeta yang pertama; pada bulan Maret 1949 M, di bawah kepemimpinana Sami al-Hanawi yang memimpin kekuasaan Syiria. Kudeta yang kedua; di bawah kepemimpinan Hasan al-Zaim yang di bantu oleh negara Inggris yang terjadi pada bulan Agustus, ini juga tidak lama berkuasa. Kemudian terus terjadi kudeta yang ketiga; terjadi pada bulan September masih pada tahun yang sama, di bawah pimpinan Adib Al-Syisyakli, sehingga sampai tahun 1971 M, merupakan silsilah kudeta yang di lakukan Militer.

Akan tetapi pada bulan Pebruari tahun 1954 M, terjadilah kudeta yang kempat yang di pimpim oleh Hasyim al-Aqhasi, pada saat itu kekuasaan berada di tangan Adib Al-Syisyakli. Pada bulan Januari tahun 1957 M terjadi kudeta yang kelima, berada di bawah kepemimpinan Syukri al-Quutli, yang pada saat itu sudah terjadi persatuan antara Mesir dan Syiria. Pada tanggal 28 September 1961 M, terjadi lagi kudeta yang keenam yang di lakukan oleh Tadzim al-Qudsi, yang memberhentikan orde Al-Quutli dan berakhirnya persatuan Mesir-Syiria. Pada tanggal 2 Maret 1966 M, di bawah pimpinan Shalah Gadid, mengadakan kudeta yang ketujuh. Kudeta ini berhasil merebut kekuasaannya Tadzim al-Qudsi. Pada masa perebutan kekuasan yang ketujuh berhasil menjadikan Nurdin al-Anaasi menjadi Presiden Syiria dan Shalah Gadid menjadi Perdana Mentri. Dalam masa pemerintahan Al-Anaasi mengalami banyak krisis pada masa pemerintahanya. Ada juga pada masa pemerintahanya golongan militer yang moderat yang dipimpin oleh Hafidz al-Asad, sedangkan beliau pada masa itu menjabat sebagai Mentri pertahanan dan keamanan Syiria.[8]

Dengan kegigihannya Hafidz al-Asad, beliau mulai ikut intervensi ketika Syiria akan menyerang Jordania. Sekaligus pada masa itu meminpin pemerintahan pada bulan November 1970 M. Dan membentuk Majlis Sya’ab serta menentukan Hafidz al-Asad sebagai Presiden Syiria pada 22 November 1971 M. Sampai terjadi adanya Referendum pada tanggal 18 Maret pada tahun yang sama. Kemudian Referendum itu di perbaharui pada tahun 1978 M, sampai tahun 1985 M. Pada tahun itu juga terjadi pengangkatan tiga wakil sekaligus. Sedangkan yang di angkat adalah saudaranya sendiri yaitu; Rif’at al-Asad, Abdul Halim Khadam, dan Muhammad Zuhair Musyrikah.[9]

Bisa kita melihat perubahan-perubahan undang-undang yang ada di Negara Syiria dari mulai periode 1949-1985 M peraturanya berhubungan dengan permasalahan Khilafah. Di antaranya kita bisa melihat. Periode pertama; mulai tahun 1949M-1963 M, kita bisa menyaksikan adanya perubahan undang-undang yang di lakukan dengan gerakan kudeta militer bersamaan dengan adanya Parlemen. Periode kedua; pada tahun 1963 M peraturan atau undang-undang militer di rubah menjadi sistem parlemen karena adanya kudeta yang terus berlangsung hingga sampai tahun 1971 M. Sehingga di awalinya periode yang ketiga; Persatuan militer serta menjauhkan dari kudeta-kudeta politik yang selalu di lakukan oleh Militer.

c. Syiria Hubungan Antar Negara

Negara Syiri sebagaimana kita perhatikan dari muai masa Pra-Sejarah sampai saat ini. Sungguh telah mengalami peroses pendewasaan menuju kearah yang lebih baik. Bagaiman kita bisa melihat Syiria dari mulai pemerintahan Hafidz al-Asad sudah mulai mengadakan diplomasi dengan negara lain, terutama dengan negara-negara Arab, seperti Mesir, Libanon dan yang lainya.

Sebenarnya kalau kita melihat sejarah, bahwa Hafidz al-Asad dengan Rafiq Hariri perdana mentri Libanon mempunyai hubungan yang erat secara pribadi dan secara pemerintahan antara Syiria dan Libanon. Pada Mu’tamar yang di adakan di Riyad tahun 1972 M, dan Mu’tamar Kairo menyepakati bahwa Syiria boleh masuk ke negara Libanon dengan adanya dua aturan. Pertama; Syiria harus menjaga dan memelihara persatuan dan kesatuan Bangsa, dan rakyat Libanon. Kedua; Menjaga perlawanan orang-orang Palestina serta pembebasan Palestina dari penjajahan Israel.[10]

Sedangkan hubungan Mesir dan Syiria terputus ketika adanya penjajah Israel menyerang Mesir.

d. Masa Depan Syiria

Semenjak pemerintahan di pimpin oleh Hafidz al-Asad, negara Syiria mengalami perubahan-perubahan dalam tataran sistem dan politik. Misalnya saja; adanya perubahan undang-undang militer yang di mana perpindahan kekuasaan dari yang satu ke yang lain dengan cara adanya kudeta. Akan tetapi setelah mengalami perubahan tidak lagi terjadi kudeta.

Dengan perkembangan waktu, Hafidz al-Asad tidak mungkin untuk terus duduk dalam pemerintahan dan terus selamanya menjadi Presiden. Sedangkan pada masa itu, sedang terjadi adanya perlawanan antara Syiria dan Israel. Akan tetapi Hafidz al-Asad ada dalam keadaan sakit, maka tambuk pemerintahan di bawah pimpinan saudaranya Rif’at al-Asad, dia mengadakan angkat senjata dan menguasai pemerintahan untuk sementara. Akan tetapi itu tidak terjadi begitu lama. Dalam masa-masa sembuh kesehatanya Hafidz al-Asad berpikir bahwa saudaranya ingin mendapatkan warisan tahta pemerintahannya untuk menjadi Presiden. Sementara hafidz al-Asad berpikir tahta kepresidenan akan di turunkan kepada anaknya Basyal al-Asad. Namun keinginanya itu tidak berhasil, karena anaknya yang pertama Basyal al-Asad meninggal dalam satu kecelakan, ketika beliau mengendarai mobil dari Damaskus menuju bandara al-Mazah.

Dengan keadaan itu Hafidz al-Asad merasa sakit dengan meninggal anaknya dan keadaan negara sedang ada dalam keadaan krisis. Bagaimana tidak karena anaknya Basyal al-Asad yang ketika itu menjabat sebagai Kapten angkatan Militer akan calonkan menjadi Presiden Syiria setelah beliau, akan tetapi semua itu tidak terjadi. Tetapi karena Hafidz al-Asad ingin mewariskan tahta kepresidenan kepada keluarganya, dengan terpkasa dia memanggil anaknya yang kedua Basyar al-Asad yang sedang belajar di Inggris untuk pulang mejadi calon Presiden Syiria. Padahal Basyar ketika itu bercita-cita menjadi dokter. Cita-cita hanya tinggal cita-cita, terpaksa beliau harus pulang untuk meneruskan tambuk kekuasaan ayahnya.[11] Pada saat beliau di angkat menjadi Presiden dengan segera harus menandatangani kesepakatan damai antara Syiria dan Israel.

Begitulah kira-kira perjalanan perpolitikan yang ada di Syria dari zama dahulu sampai sekarang ini.

e. Penutup

Sebenarnya perjalanan perpolitikan yang ada di negara Syiria yang ada saat ini, sangat berbeda dengan yang ada pada masa dahulu. Akan tetapi yang menjadi pertanyaan penulis adalah akankah terjadi yang namanya warisan kekuasaan yang sudah terjadi di Syiria. Kemudian akankah negara Syiria bertahan berada di bawah kepemimpinan Basyar al-Asad. Padahal sekarang Syiria sudah menjadi incaran empuk AS, dengan alasan negara Syiria tidak mau bekerja sama dengan AS. Apalagi dengan adanya Syiria di tuduh sebagai pembunuh Perdana Mentri Libanon.



[1] Makalah ini di presentasikan pada kajian CIMAS (Center of Information for Middle East and Africa Studies), bertempat di kantor ICMI Orsat Kairo, Kamis: 23-2-2006.

[2] Lihat: “al-Duwal al-Arabia Iqtishadiyatiha wa Jhugrafiyatiha”, Filip Raflih, hal: 134-136.

[3] Ibid, hal: 130.

[4] Al-Âlam al-Ârabi Atlas Ma’lumat al-Mujtama wa al-Jugrafia al-Siyasiah”, Dar al-Mustaqbal al-‘Arabi, Rafiq al-Bustani dan Filip Farj, Pengantar oleh; Maksyim Raudshan, hal: 130.

[5] Opcit, hal: 130.

[6] Atlas Tharikh al-‘Alam al-Qadim wa al-Mu’ashir”, Hâni Khair Âbu Ghâdab, dan di teliti ulang sejarahnya oleh Khalil Âsyur dan Hâni Âbu Ghâdab, hal: 9, penerbit; al-Maktabah al-Jami’yah.

[7] Ibid; hal: 10.

[8] Lihat; Anmat al-Istilaa ‘Ala Sultah fi al-Duwal al-Arabiyah, “Dirasat fi al-Asaalib” al-Namtu al-Warasyi-al-Namtu al-Inqilabi-al-Namtu Ukhra 1950-1985, Shâlâh Sâlâm Zârtuqâh, beliau adalah Guru besar politik Universitas Cairo, Maktabah Madbuli al-Kairah, hal: 279.

[9] Ibid; hal: 280.

[10] Lihat: Ibrâhin Nâfi’, Hiwarat al-Tarikh ma’a Muluk wa Ruasaâ al-Duwal wa al-Hulumat fi Misr wa al-‘Aam, Matabah; al-Haeah al-Misriyah li al-Kitab, hal:250.

[11] Lihat: Muhâmmâd Husnaini Hâikâl dalam “Weghat Nazar-Volume 2- Issue 13-February 2000, hal:16.