Thursday, May 13, 2010

Potret Pesantrenku


Potret Pesantrenku

Oleh. Ajidin[i]

Kira-kira sembilan tahun lalu. Saya telah merasakan suasana pondok pesantren, atau lebih kren-nya disebut Islamic boarding school. Suasana itu, terus teringat ketika saya mulai belajar dan mengenal istilah kitab kuning. Para santri lebih kental menyebutnya dengan istilah kitab gundul. Entah, dengan alasan apa para santri lebih asyik menyebutnya kitab gundul daripada kitab kuning. Maybe, memang tidak ada harakat jabar, fatah, dan sebagainya mereka menamakannya dengan istilah kitab gundul. Hmm, jauh dari paradoksnya istilah itu, saya disini bukan untuk membahasnya. Karena masih banyak yang lebih kompeten untuk membahas itu.

Selama di pesantren saya telah menimba beragam ilmu. Mulai, dari belajar baca Qur’an, kitab, dan ilmu-ilmu alat (seperti, ilmu nahwu, dan yang lainnya). Suka dan duka pun saya alami di pesantren. Semuanya, telah memberikan kontribusi untuk kemajuan keilmuan saya. Tidak lupa pula, ilmu hal (prilaku) saya pelajari. Seperti, tatakrama terhadap guru, interaksi terhadap sosial, dan ilmu yang lainnya dipelajari di pesantren.

Pesantren telah mencetak santri-santri yang berilmu, sekaligus berakhlak. Karena peranannya pesantren, bisa mencetak santri yang bisa bersaing di era global, dan era informasi pada saat ini. Era informasi, dan era teknologi yang semakin maju memberikan peluang pada santri yang lulusan pesantren untuk ikut berperan di dalamnya.

Tidak menutup kemungkinan, santri pada saat sekarang ini berbeda dengan santri yang ada pada zaman dulu. Dalam artian, santri yang dulu belum mengenal istilah internet, atau fasilitas yang lainnya. Tapi, sekarang santri telah mengenalnya. Jadi, secara zaman telah mengalami perubahan yang signifikan.

So, dewasa ini informasi merupakan “komoditas primer”. Dengan demikian, para santri diharapkan mampuh untuk menyerap informasi tersebut dengan baik. Dengan tujuan, santri tidak ketinggalan zaman dengan adanya era modern sekarang ini. Seiring dengan kemajuan zaman yang semakin maju, dan peradaban yang semakin berkembang. Seyogyanya, para santri bisa maju pada era ini.

Kalau kita menilik pesantren tempo dulu, sekarang dan dimasa-masa yang akan datang. Maka, pesantren akan tetap relevan untuk mencetak proses pembelajaran santri dalam menyerap ilmu-ilmu keislaman.

Dengan ciri khas metode pembelajaran dipesantren yang unik. Tetap pesantren bisa memberikan kontribusi yang signifikan dalam memajukan peradaban ini. Tidak kalah pesantren dengan lembaga-lembaga yang lainnya.

Kita tengok misalnya, di India, Mesir atau negara-negara Timur Tengah lainnya. Sebuah lembaga, yang dulunya tidak dikatakan sebagai Universitas. Dan sekarang menjadi sebuah Universitas ternama. Al-Azhar misalnya, dulu hanya sebuah lembaga yang mendidik para santrinya dengan cara “halaqah, atau sorogan”. Tapi, dengan metode yang unik itu bisa menghasilkan para ulama-ulama besar, cendikiawan-cendikiawan terkenal, dan para pemikir yang hebat. Siapa yang tidak kenal, prof. Dr. Abdul Halim Mahmud, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Jamaluddin al-Afghani, Yusuf al-Qaradawi, dan sederetan ulama-ulama yang lainnya. Semua itu, tertelorkan dari lembaga al-Azhar.

Proses waktu yang mengajarkan semua itu. Sebuah lembaga pesantren yang telah memberikan peran penting di dalamnya. Jadi, kita jangan malu untuk menjadi santri. Karena santri yang smart, berwawasan luas, dan berakhlak al-Karimah tidak akan takut untuk bersaing dengan era modern sekarang ini. Bahkan, santri akan memberikan peranan penting bagi masyarakat luas.

Inilah sekilas tentang potret pesantren, yang telah memberikan segudang ilmu kepada saya. Dalam perjalanan hidup saya, pesantren telah memberikan pembentukan karakter yang maha dahsyat. Dimana, saya tidak lagi merasa minder karena hanya sebatas lulusan pesantren. Tapi, kontribusi itulah yang dibutuhkan masyarakat pada saat ini. Wallahu’alam.

Kairo,12 Mei 2010



[i] Penulis, adalah alumni Pon-Pes al-Asy’ary Simpang Purwakarta.