Friday, August 13, 2010

Antara Aswan-Hurgada

Antara Aswan-Hurgada

Saya teringat dengan sebuah hadits yang mengatakan, “segala perbuatan atau pekerjaan tergantung pada niatnya”. Jadi, kemana pun kita pergi melangkahkan kaki pada awalnya diniatkan untuk mentafakuri kekuasaan Tuhan yang Maha Esa, insya Allah itu sudah bernilai ibadah. Walaupun, perjalanan itu hanya untuk rihlah atau tour sekalipun. Begitu juga, kita pergi ketempat pengajian akan tetapi niatnya hanya untuk main-main itu juga tidak ada nilai ibadahnya. So, segalanya tergantung pada niat individu masing-masing.

Jadi, apa pun yang kita lakukan jika segalanya dimulai dengan niat yang baik, tulus and karena Allah, insya Allah semuanya akan mempunyai nilai dan tidak akan sia-sia. Begitu juga, kita menyayangi atau memberikan sesuatu pada yang lain. Apakah orang lain itu, sahabat, teman, atau terhadap orang tua sendiri, atau anak sendiri, atau kakak, atau adik dan sanak saudara kita. Insya Allah semuanya akan menuaikan hasil seperti, apa yang kita niatkan dan kita kerjakan sesuai dengan apa yang ada di dalam hati kita.

Memang, itulah yang selalu kita dapatkan dengan apa yang kita niatkan plus apa yang kita kerjakan. Kalau kita mengerjakan hal yang baik, hasil baik pula yang kita dapatkan. Kita mengerjakan hal yang buruk, balasan buruk juga yang kita dapatkan. Seperti, kita perhatian sama teman, sahabat, adik, kakak, orang tua, maka mereka pun akan perhatian kepada kita. Di sanalah terjadi hukum kausalitas. Adanya sebab akibat atau timbal balik. Sebagaimana, Tuhan berkata dalam hadits Qudsi, “barangsiapa yang menjaga-Ku, maka Aku pun akan menjaga-mu”. Begitulah, Tuhan sendiri mengungkapkannya.

Bagaimana, kita ingin diperhatikan Tuhan. Sedangkan, kita sendiri tidak pernah memperhatikan Tuhan. Begitu juga, apa yang terjadi pada manusia sendiri. Logikanya, berikanlah kebaikan itu pada yang lain, walaupun kebaikan itu hanya sekadar memberikan senyuman, atau hanya sekadar kemampuan kita saja. Maka, kita pun akan menuai kebaikan kembali. Walaupun, balasan itu diberikan Tuhan melalui orang lain yang diberikan kepercayaan oleh Tuhan untuk menyampaikannya. Saya teringat ungkapan seorang bapak yang baik hati, semoga Tuhan membalas segalanya pada bapak {kalau anda bertanya siapa bapak itu, cukup saja buat rahasia saya sendiri dan Tuhan yang tahu}, beliau mengatakan, “bapak memberikan kepada kamu sesuatu, hakikatnya bukan bapak yang memberi. Tapi, Tuhan memberikan kepercayaan itu lewat tangan bapak untuk menyampaikannya kepada kamu”. Thank’s, bapak semoga Tuhan selalu membalasnya dan memberkati perjalan hidup bapak dan keluarga semuanya di dunia dan akhirat,amin.

Ungkapan di atas hanya sebagai mukadimah untuk mengawali coretan-coretan saya. Saya ingin menuliskan sebuah kisah yang pernah saya alami sendiri. Ketika saya sedang mengadakan perjalanan dari kota Aswan menuju kota Hurgada yang merupakan salah satu kota yang berada di Mesir yang banyak di kunjungi para pelancong mancanegara. Mereka semua, hanya untuk melihat sekaligus menikmati peninggalan sejarah yang berada dikota tersebut. Terutama kota Luxor disana ada “Colossi of Memnon,Temple of Hatshepsut, Temple of Karnak, Karnak Luxor, dan yang lainnya. Sedangkan di Aswan, disana banyak peninggalan sejarah yang dibangun pada masa pharaoh {fir’aun}. Seperti, Abu Simbel dan yang lainnya. Memang, sayang tempat itu untuk kita lewatkan. Iya, sayang sich, tapi kalau tidak ada kesempatan harus gimana lagi donk, hehe...biarkanlah waktu untuk menyampaikannya kesana.

Maybe, hanya orang-orang tertentu juga yang diberikan kesempatan untuk bisa mengunjungi tempat tersebut. Seperti, banyak orang yang mendambakan pergi untuk melaksanakan ibadah haji. Namun, kesempatan juga belum datang pada mereka yang mendambakan bisa mengunjungi Ka’bah disana. Mereka hanya bisa merasakan Ka’bah berada dalam hati saja. Walaupun, hakikat yang sebenarnya Ka’bah itu sendiri adalah, hati kita sendiri. Dengan demikian, bersyukurlah orang-orang yang bisa mengunjungi semua itu.

Singkat cerita, kira-kira pukul 5 sore saya berangkat bersama rombongan dari kota Aswan menuju kota Hurgada. Sebenarnya,tujuan pertama sich ingin langsung menuju kota Kairo. Tapi, kenapa pada waktu itu serasa segalanya tidak memihak pada saya dan rombongan. Seolah-olah Tuhan sedang menguji kesabaran saya dan rombongan yang berada bersama saya. Kemudian saya bersama temen berusaha untuk membeli tiket kereta Api tujuan Aswan - Kairo. Itu pun tidak bisa saya dapatkan, dari mulai pagi hari sampai sore hari. Lalu, saya bersama teman mencari alternatif lain. Untuk membeli tiket mobil yang tujuan ke kota Kairo. Lagi-lagi, tiket mobil pun tidak di dapatkan yang tujuan langsung kota Kairo untuk hari itu, tapi kalau hari-hari selanjutnya sich katanya banyak. Entah, kenapa? Hari itu seraya sial sekali..ehmmm, ehmmm..perasaan saya kalee yah. Bukan sial kalee..lagi tidak memihak, hehe sama aja donk.

Dengan dipenuhi perasaan bersalah sama teman-teman dan rombongan. Saya pun, pada akhirnya menyadari, memang segala yang kita rencanakan tidak bisa sesuai dengan apa yang kita inginkan. Karena Tuhan telah mengatur segalanya. Kemudian, saya bergumam pada hati saya sendiri, “yach, memang manusia hanya bisa merencanakan segalanya, dan segala hal-hal yang diluar perencanaan itu Tuhan jua-lah yang menentukannya”. Ehmmm, sebenarnya saya berusaha untuk menghibur hati..belajar bersabar menghadapi situasi sulit..hehhe...., Jadinya, dengan terpaksa harus mengambil jalan pintas dech yang tidak bisa langsung dari kota Aswan menuju kota Kairo, tapi dari Aswan menuju kota Hurgada terlebih dahulu. Kemudian, setelah itu baru bisa melanjutkan perjalanan dari Hurgada menuju Kairo.

Belum usai ujian yang di dapatkan di Aswan, karena untuk membeli tiket tujuan Kairo tidak dapat. Sedangkan, pada waktu itu cuaca tidak bersahabat. Udara sangat panas. Yach, memang di daerah Aswan udaranya panas, walaupun itu terjadi pada musim dingin sekali pun. Memang, kota Aswan terkenal daerah yang panas. Apalagi, saya pada waktu itu berada persis di musim panas. Bagaimana, anda sendiri bisa membayangkannya. Yang akhirnya, saya dan rombongan mengambil jalan pintas untuk mengejar waktu. Lagi-lagi, Tuhan selalu memberikan cobaan pada hambanya.

Di tengah-tengah perjalanan Aswan menuju kota Hurgada, mobil yang saya tumpangi bersama teman dan rombongan mogok. Aduch, engga tau berapa lama saya bersama rombongan menunggu mobil yang diperbaiki bisa jalan kembali. Di tempat saya dan rombongan berhenti. Sampai-sampainya saya sempat menonton piala dunia yang berada di Afrika Selatan. Tapi, saya nonton bolanya bukan langsung Live di Afsel...Cuma di TV saja. Walaupun, Mesir berada di Afrika..hehee..yang penting bisa menyaksikan berlangsungnya final piala dunia dech. Dan waktu itu, final antara Spanyol dan Belanda. Kejadian itupun, bertepatan dengan final piala dunia. Walaupun, finalnya bukan grup atau idola yang selalu saya dukung..ehehe..tidak usah bersedih hati, walaupun idolanya kalah sebelum final. Masih ada piala dunia lagi dikemudian hari. Betul, nggak!.

Sambil menunggu mobil yang rusak diperbaiki, akhirnya saya dan rombongan turun dari mobil untuk menikmati tontonan final piala dunia. Dengan ditemani secangkir teh Mesir, suasana pun terasa asyik dan happy. Walaupun, mata sudah mulai berat dibukakan. Karena rasa ngantuk yang selalu datang meminta jatah tidur. Lanjutkan ceritanya yach,,,,,,,upss, minum teh dulu ah....untuk menyegarkan jemari-jemari tangan menekan kiybord,,,

Setelah sang Sopir mobil dengan sabar dan telatennya memperbaiki mobilnya yang rusak. Dan akhirnya, Alhamdulillah mobil pun bisa berjalan kembali. Kemudian, semua penumpang naik kembali kedalam Bis dan menempati tempat duduknya masing-masing. Secara bersamaan para penumpang mengucapkan, “basmalah”, mobil pun laju kembali meneruskan perjalanannya menuju kota Hurgada.

Gelap malam pun terus larut menyelimuti dunia. Menyertai perjalanan saya dan rombongan. Saya pun, di dalam mobil berusaha untuk tidur, yach hanya sekadar untuk menghilangkan rasa ngantuk dan letihnya mata. Sambil menikmati perjalanan malam. Kira-kira 3 km lagi untuk sampai ke kota Hurgada. Kejadian yang belum hilang dalam ingatan itu kembali lagi menyelimuti. Bahkan kejadian yang ini lebih parah lagi dari yang sebelumnya. Dan lebih menegangkan, yang datangnya secara tiba-tiba. Kejadian yang ini menurut logika manusia akan memakan korban nyawa para penumpang yang ada di dalam mobil. Tapi, kalau Tuhan berkata tidak, yach tidak. Manusia tidak berdaya hanya dengan adanya pertolongan Tuhan.

Persis kejadiannya seperti ini, ketika mobil dengan cepat melaju mengarungi jalan. Tiba-tiba, melewati tikungan yang agak curam. Hingga, mobil tidak lagi berjalan dijalannya. Saya juga waktu itu tidak tahu? Apakah sang Sopir mengantuk berat atau tidak. Hingga tiba-tiba mobil dengan cepatnya berbalik arah jalan kepinggir dan hampir menabrak bebatuan yang ada di pinggiran jalan. Sedangkan mobil berada dalam kecepatan yang tidak sewajarnya. Kalau saja pada waktu itu, sang sopir mengrem langsung mobilnya. Saya tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi. Dengan pastinya, mobil akan terbalik dan nasib kita pun tidak tahu akan bagaimana. Hampir, semua penumpang yang berada di dalam mobil serempak mengucapkan “Astagfirullah al’Azdim.........”. Kecuali, beberapa penumpang yang tidak tahu kejadian itu dan mereka tertidur pulas. Ada juga, salah satu penumpang yang jatuh dari kursi tempat duduknya, ketika mobil sedang tidak stabil posisinya. Kemudian, di alam bawah sadarnya mereka bertanya, ada apaan yach?. Ehmmm,ehmmm,....tidak tahu kalau kita telah melewati kejadian yang menegangkan.

Saya juga, pada waktu itu hanya bisa membayangkan. Kalau saja kejadian itu terjadi dan mobil terbalik. Wallahu’alam, untuk to be continue kehidupan selanjutnya. Tapi, Tuhan masih sayang sama saya dan semua penumpang yang berada dalam mobil tersebut. Karena di dalamnya masih ada orang-orang yang baik, orang-orang yang dermawan dan orang-orang yang ikhlas yang menyebabkan Tuhan masih memberikan kehidupan pada semua. Agar semua orang yang berada di dalam mobil bisa selalu ingat kepada-Nya, dan selalu bersyukur atas segala yang diberikan-Nya. Serta mereka bisa mengambil hikmah dan pelajaran atas semua kejadian itu. Karena kehidupan yang sudah berlalu bukanlah milik kita lagi. Waktu kita adalah sekarang untuk melanjutkan kehidupan. Dan bisa mengambil pelajaran dari semuanya.

Kemudian selama setengah jam mobil berhenti. Sang Sopir dan para penumpang pun sejenak untuk menenangkan hati. Suasana pun tiba-tiba dipenuhi dengan dzikir pada Sang Kuasa. Agar selamanya Dia memberikan keselamatan dalam perjalanan ini. Nah, itulah sebagai thabi’at manusia kalau Tuhan telah menguji dengan sebuah kejadian. Baru manusia itu tersadar dari tidurnya dan dengan cepat mengingat-Nya.

Setelah itu, perjalanan dilanjutkan kembali. Dan sampai di kota Hurgada kira-kira jam 5.30 pagi. Lalu, sesampainya saya di Hurgada tidak langsung melanjutkan perjalanan. Tapi, istirahat sejenak untuk menenangkan hati yang masih trauma dengan kejadian yang telah dilewati. Kebetulan waktu itu, waktu shalat subuh pun hampir saja lewat. Tapi, masih sempat melaksanakan kewajiban seorang hamba pada Tuhannya. Dan setelah itu, baru saya dan rombongan melanjutkan perjalanan ke Kairo. Alhamdulillah, saya dan rombongan sampai juga di kota Kairo kira-kira jam 12.30-an dengan selamat. Itulah kejadian singkat yang saya dapat tulis disini dalam perjalanan Aswan-Hurgada dan Kairo. Walaupun, coretan ini tidak menceritakan kejadiannya secara detail. Akan tetapi, mudah-mudahan kita semua bisa mengambil hikmah dan pelajaran dalam setiap kejadian yang telah kita alami. Agar kita selamanya lebih arif dan bijak dalam menghadapinya.

Jadi, sekarang yang bisa dilakukan adalah mengubah sikap menjadi lebih tenang. Apalagi saat kita tertimpa kemalangan dan kejadian yang mengerikan. Yang bisa kita lakukan adalah menggunakan pikiran yang jernih dan hati yang tenang. Karena setiap kejadian dan masalah mengandung hikmah dan pelajaran yang sangat berharga untuk kehidupan kita. Penuhilah kehidupan dengan senyum, maka dunia pun akan tersenyum kembali kepada kita.

Semoga semua kejadian yang telah kita lewati memberikan pelajaran. Agar kita selalu menyadari bahwa segalanya Tuhan telah menentukannya. Saya sendiri hanya bisa mengucapkan “Alhamdulillah”, Tuhan telah memberikan kehidupan yang lebih panjang lagi. Agar saya bisa selalu bersyukur dan selalu mengingat kepadanya.

Terakhir, terimakasih pada teman-teman {Asun...katanya sich dia maunya di panggil D Herlino,ehmm..ehmmm,...upss, jangan marah, just kidding {om Asun hehe}, Adenk {ini juga bukan nama asli, karena nama aslinya Syafrudin Bakhtiar, entah kenapa? Teman-teman semuanya mempunyai nama panggilan akrabnya masing-masing}, berarti Cuma Me saja yang nggak ada nama panggilan, ehmm, Dian, Husni {yang lebih akrab di panggil Cuni sama teman-teman}, yang telah ikut bersama dalam perjalanan ini. Semoga dilain waktu kita bisa kembali bersama-sama untuk menikmati keindahan alam kota Aswan, Luxor dan Hurgada dengan penuh happy dan asyik.

Tuh kan hampir lupa dech, terimakasih buat umi yang baik hati dan dermawan {semoga tetap menjadi umi yang baik hati dan dermawan selamanya, amin} and mas Malik yang telah ngajak jalan-jalan di Mesir. Wah, pokonya berkat Umi and Mas Malik-lah....kita bisa jalan-jalan dech. Semoga Tuhan membalas segala kebaikannya, amin. Betul nggak teman-teman, ehehe...tinggal menunggu bapak nich jalan-jalan atau rihlah bersama kita-kita..hehehe...ngarep bangets sich. Upss, lupa...iya ada juga, waktu itu bareng sama kita..Ibu Enung, adek Syifa dan Azka, plus Om Rijal...terima kasih atas kebersamaanya. Semoga dilain kaleee..bisa jalan-jalan bareng lagi yach.

Pokonya, perjalanan rihlah antara Aswan – Hurgada menuju kota Kairo memberikan kesan tersendiri dech. Dan semoga kita bisa belajar dari kesalahan yang telah terjadi. Karena belajar dari kesalahan dan mendengarkan bisikan kesalahan. Akan menunjukannya pada kita kearah yang benar, pilihan yang benar, dan tindakan yang benar pula. Sudah dulu yach ceritanya, kapan-kapan dilanjut dengan cerita yang lain. Wallahu’alm.


Minggu, Kairo,25/7/2010
Ajidin

Sunday, August 8, 2010

warnaku: mana yang akan di jalani????

warnaku: mana yang akan di jalani????

Saturday, May 22, 2010

Kapan Manusia Akan Merasa Kenyang

Kapan Manusia akan Merasa Kenyang

Di keramaian mobil yang lalu lalang dijalan. Dipinggir jalan dibawah pohon yang rindang ada seorang anak muda yang sedang termenung. Sambil menikmati segarnya angin yang sepoy-sepoy di siang hari menyegarkan tubuhnya. Entah apa yang ada dalam pikiran anak muda itu. Orang-orang pun tidak ada yang tau.

Ketika ia sedang enak-enaknya melamun, tiba-tiba dikagetkan dengan datangnya seorang kakek tua. Kemudian sang kakek tua itu, bertanya pada anak muda. Wahai, anak muda! Apa gerangan yang engkau pikirkan? Engkau masih muda, gagah, kuat dan sehat. Tapi, kenapa engkau banyak melamun. Hidup ini terlalu singkat hanya dipakai untuk melamun. Kata si kakek tua itu pada anak muda yang sedang duduk melamun tersebut.

Kemudian anak muda itu, menoleh si kakek tua sambil ia menjawab pertanyaanya. “Kek” Kenapa yah! manusia yang ada di dunia ini tidak pernah merasakan kenyang atau cukup dengan apa yang di dapat. Padahal, semuanya mereka sudah punya dan miliki. Mereka punya uang, punya mobil, punya istri yang cantik, dan mereka punya segalanya. Tapi, tetap saja mereka tidak pernah merasa puas dengan semuanya.

Hmmm, kakek tua itu hanya tersenyum mendengar perkataan anak muda tadi. Lalu, sang kakek berkata pada anak muda. “Anak muda” engkau masih muda tapi pikiran engkau telah menerawang jauh ke alam sana. Bagus anak muda! Kata si kakek.

Engkau tau kenapa? Karena manusia diberi hawa nafsu oleh Tuhan. coba, kalau manusia seperti Malaikat yang tidak memiliki nafsu apa jadinya. Hidup akan monoton dan tidak ada perubahan. Lantas, apa hubungannya nafsu dengan tidak pernah merasa kenyang kek?

Sabar anak Muda. Kakek akan menjelaskan kepada engkau. Tuhan memberikan salah satu anugrah pada manusia berupa hawa nafsu. Jika manusia bisa menggunakannya anugrah itu dengan baik. Maka, semuanya akan baik. Apalagi, mereka bisa mengendalikan hawa nafsunya untuk hal-hal yang telah diperintahkan Tuhannya. Maka, mereka akan bahagia. Tapi, kalau tidak mereka akan lebih buas dari binatang.

Kemudian anak muda itu bertanya lagi. Jadi, intinya apa kek dari semua penjelasan tadi. Kakek itu hanya tersenyum seraya ia menjawab. Intinya, kalau manusia di dunia ini tidak pernah bersyukur dan menerima dengan apa yang telah di dapatnya. Maka, mereka sampai kapan pun tidak akan pernah merasa kenyang dengan apa yang telah di dapatnya. Karena hawa nafsunya selalu merasuki jiwanya. Dan mereka tidak bisa mengendalikan hawa nafsu tersebut dengan baik. Dan mereka tidak pernah bersyukur.

Jadi, sampai kapan pun kalau mereka tidak bersyukur pada Tuhan dalam hidupnya. Maka, segala apa yang telah di perolehnya selalu kurang dan kurang. Hingga tanah mengubur tubuhnya.

Lalu, anak muda itu menganggukan kepalanya. Tanda ia paham dengan segala penjelasan sang kakek tua itu. Sambil tersenyum, lalu ia berkata pada kakek tua itu. Thank’s, ya kek! Atas segala penjelasannya.

Dari di alog di atas antara anak muda dan si kakek tua. Kita bisa mengambil sebuh pelajaran yang berharga. Bahwa dalam hidup ini kita tidak akan merasa cukup dan kenyang dengan apa yang telah kita peroleh. Kalau kita tidak pernah bersyukur pada Tuhan yang telah memberikan segalanya.

Karena keinginan manusia selagi hayat masih dikandung badan tidak akan pernah berhenti. Kecuali ajal menjemputnya.

Jadi, bersyukur dan bisa mengendalikan hawa nafsu dengan baik. Maka, hidup akan selalu indah, merasa cukup dan kenyang. Walaupun, sebenarnya kita secara materi adalah golongan yang miskin. Tapi, dengan syukur pada Tuhan segalanya serasa cukup dan mengenyangkan. Wallahu’alam.



Kairo, 17-5-2010
Ajidin

Thursday, May 13, 2010

Potret Pesantrenku


Potret Pesantrenku

Oleh. Ajidin[i]

Kira-kira sembilan tahun lalu. Saya telah merasakan suasana pondok pesantren, atau lebih kren-nya disebut Islamic boarding school. Suasana itu, terus teringat ketika saya mulai belajar dan mengenal istilah kitab kuning. Para santri lebih kental menyebutnya dengan istilah kitab gundul. Entah, dengan alasan apa para santri lebih asyik menyebutnya kitab gundul daripada kitab kuning. Maybe, memang tidak ada harakat jabar, fatah, dan sebagainya mereka menamakannya dengan istilah kitab gundul. Hmm, jauh dari paradoksnya istilah itu, saya disini bukan untuk membahasnya. Karena masih banyak yang lebih kompeten untuk membahas itu.

Selama di pesantren saya telah menimba beragam ilmu. Mulai, dari belajar baca Qur’an, kitab, dan ilmu-ilmu alat (seperti, ilmu nahwu, dan yang lainnya). Suka dan duka pun saya alami di pesantren. Semuanya, telah memberikan kontribusi untuk kemajuan keilmuan saya. Tidak lupa pula, ilmu hal (prilaku) saya pelajari. Seperti, tatakrama terhadap guru, interaksi terhadap sosial, dan ilmu yang lainnya dipelajari di pesantren.

Pesantren telah mencetak santri-santri yang berilmu, sekaligus berakhlak. Karena peranannya pesantren, bisa mencetak santri yang bisa bersaing di era global, dan era informasi pada saat ini. Era informasi, dan era teknologi yang semakin maju memberikan peluang pada santri yang lulusan pesantren untuk ikut berperan di dalamnya.

Tidak menutup kemungkinan, santri pada saat sekarang ini berbeda dengan santri yang ada pada zaman dulu. Dalam artian, santri yang dulu belum mengenal istilah internet, atau fasilitas yang lainnya. Tapi, sekarang santri telah mengenalnya. Jadi, secara zaman telah mengalami perubahan yang signifikan.

So, dewasa ini informasi merupakan “komoditas primer”. Dengan demikian, para santri diharapkan mampuh untuk menyerap informasi tersebut dengan baik. Dengan tujuan, santri tidak ketinggalan zaman dengan adanya era modern sekarang ini. Seiring dengan kemajuan zaman yang semakin maju, dan peradaban yang semakin berkembang. Seyogyanya, para santri bisa maju pada era ini.

Kalau kita menilik pesantren tempo dulu, sekarang dan dimasa-masa yang akan datang. Maka, pesantren akan tetap relevan untuk mencetak proses pembelajaran santri dalam menyerap ilmu-ilmu keislaman.

Dengan ciri khas metode pembelajaran dipesantren yang unik. Tetap pesantren bisa memberikan kontribusi yang signifikan dalam memajukan peradaban ini. Tidak kalah pesantren dengan lembaga-lembaga yang lainnya.

Kita tengok misalnya, di India, Mesir atau negara-negara Timur Tengah lainnya. Sebuah lembaga, yang dulunya tidak dikatakan sebagai Universitas. Dan sekarang menjadi sebuah Universitas ternama. Al-Azhar misalnya, dulu hanya sebuah lembaga yang mendidik para santrinya dengan cara “halaqah, atau sorogan”. Tapi, dengan metode yang unik itu bisa menghasilkan para ulama-ulama besar, cendikiawan-cendikiawan terkenal, dan para pemikir yang hebat. Siapa yang tidak kenal, prof. Dr. Abdul Halim Mahmud, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha, Jamaluddin al-Afghani, Yusuf al-Qaradawi, dan sederetan ulama-ulama yang lainnya. Semua itu, tertelorkan dari lembaga al-Azhar.

Proses waktu yang mengajarkan semua itu. Sebuah lembaga pesantren yang telah memberikan peran penting di dalamnya. Jadi, kita jangan malu untuk menjadi santri. Karena santri yang smart, berwawasan luas, dan berakhlak al-Karimah tidak akan takut untuk bersaing dengan era modern sekarang ini. Bahkan, santri akan memberikan peranan penting bagi masyarakat luas.

Inilah sekilas tentang potret pesantren, yang telah memberikan segudang ilmu kepada saya. Dalam perjalanan hidup saya, pesantren telah memberikan pembentukan karakter yang maha dahsyat. Dimana, saya tidak lagi merasa minder karena hanya sebatas lulusan pesantren. Tapi, kontribusi itulah yang dibutuhkan masyarakat pada saat ini. Wallahu’alam.

Kairo,12 Mei 2010



[i] Penulis, adalah alumni Pon-Pes al-Asy’ary Simpang Purwakarta.

Saturday, May 8, 2010


DAMAI DENGAN TARIAN SUFI

Oleh. A Ajidin[*]

Tokoh Jalaludin ar-Rumi, seorang sufistik yang mengagungkan kecintaannya pada Sang Khaliq lewat lantunan bait-bait syairnya. Semua orang mengaguminya. Tak terlepas dari sosoknya memberikan gambaran cinta lewat lantunan bait-bait syair.

Kecintaan seseorang memang, bisa di gambarkan lewat apa saja. Tak terlepas bait-bait syair ar-Rumi menjelaskan dan menggambarkan tentang makna cinta itu. Ia lantunkan untuk memuji dan mengagungkan Sang pencipta jagat raya ini.

Memang, sangat indah. Ketika cinta itu di ilustrasikan lewat bait-bait syair dan tarian. Sebagaimana, pernah saya lihat, ketika tarian sufi itu dipertontonkan pada khalayak ramai. Di dalamnya dinyanyikan bait-bait syair, menggambarkan begitu agung dan mulia Sang Pencipta. Seolah-olah Tuhan itu mendekat, ketika tarian dan lagu itu lantunkan.

Nah, itu saya saksikan di Wakelat el-Ghouri Arts Center, al-Tannoura Traditional Troup. Tidak jauh dari masjid al-Azhar Kairo. Kebetulan pementasan tarian tersebut gratis. Bagi orang yang ingin menyaksikan tarian itu, tinggal datang saja kesana. Waktunya, dimulai jam 8.30 pm, setiap malam minggu.

Yang menarik bagi saya pada waktu itu, dimana penontonnya bukan hanya orang-orang islam saja. Tetapi banyak turis-turis yang datang dari mancanegara untuk menyaksikan al-Tannoura Traditional Troup. Di antaranya, ada dari Italia, Spanyol, Yunani, China, dan negara yang lainnya.

Saya pikir, ketika sekarang sedang marak-maraknya perselisahan tentang peradaban, antara islam dan Barat. Maka, salah satu solusi penting untuk mengenalkan budaya tarian sufi kepada mereka. Karena dalam tarian itu, mengandung unsur kesufistikan dan sekaligus hiburan. Dimana, orang tidak melihat lagi unsur diskriminatip dalam tarian tersebut. Yang ada, malah hiburan yang mereka dapatkan. Walaupun, dalam isi bait-bait syairnya berisikan pengagungan terhadap Sang Maha Kuasa.

Namun, mereka hanya bisa melihat unsur hiburan dalam tarian itu. Tetapi, pada dasarnya mereka bisa menikmatinya dengan baik. Ini sisi positipnya, untuk menggambarkan begitu damai dan indahnya islam bagi mereka.

Jauh, paham atau tidak mereka tentang makna bait-bait syair yang dilantunkan. Tetapi, toh mereka bisa merasakan dan menikmatinya dengan khusu’. Tanpa bergeming sedikit pun, dari tempat duduknya. Mereka terus menyaksikan tarian itu hingga selesai.

Apa yang menjadikan mereka betah? Karena disana tidak lagi ada sekat. Apakah ia seorang muslim, atau non muslim. Apakah ia seorang turis, atau non turis. Tapi yang mereka rasakan pada waktu itu, hanyalah hiburan. Sebuah seni pementasan yang menggambarkan sebuah kedamaian dan kecintaan yang maha luhur.

Untuk bisa bersatunya seorang manusia lemah, dengan Sang Kekasih yang Maha Tinggi. Semua, penonton pada waktu itu bisa merasakannya. Dengan adanya getaran musik yang dibarengi tarian, sekaligus lantuntan bait-bait syair. Bisa menggetarkan hati yang mendengar dan melihatnya. Betapa tidak, suara pelantun bait-bait syair yang menyebutkan nama Allah, begitu khusu’nya. Hingga penontonpun terbuai dengan lantunan tersebut.

Tarian sufi bisa menjadikan solusi untuk sebuah kedamaian. Menerangkan ke Barat, bahwa islam dengan peradaban dan seninya bisa dinikmati dengan penuh ketenangan. Tidak harus dihantui perasaan takut, dan mengerikan sekeliling islam. Karena seni bisa dinikmati oleh semua kalangan. Tidak hanya khusus golongan-golongan tertentu.

Dengan demikian, perdamaian bisa diciptakan dengan baik. Lewat budaya tarian-tarian sufi. Di mana mereka tidak melihat lagi, peradaban islam yang mengerikan. Tetapi, mereka tertarik dengan peradaban islam yang kaya dengan seni budaya.

Semoga, tarian sufi bisa membangkitkan peradaban islam. Yang penuh damai, penuh kecintaan, penuh persahabatan, dan penuh kasih sayang. Karena memang, pendahulunya mengajarkan seni itu untuk ilustrasi kasih sayang dan cinta. Terhadap Sang Pencipta yang Maha Tinggi. Wallahu’alam.


[*] Mahasiswa al-Azhar Kairo Pecinta Seni Budaya.

Monday, May 3, 2010

KALAU SAJA MANUSIA BISA MEMINTA…!!!

KALAU SAJA MANUSIA BISA MEMINTA…!!!

Di sore hari, kebetulan saya di kamar kosan mempunyai sebuah Aquarium. Yah, lumayan cantik dan indah. Walaupun, tidak seindah mentari yang menyinari bumi disore itu. Hmmm, saya perhatikan ikan yang ada dalam Aquarium itu dengan seksama. Asyik ! adem rasanya hati ini melihat ikan. Ia hidup tanpa rasa beban, dan selalu gembira. Ia lari kesana-kemari dengan riangnya.

Seketika, terlintas dalam fikiran. Lalu, saya berkata pada diri sendiri, sambil memperhatikan ikan satu persatu. Ada yang lari ke kanan, ada yang lari ke atas, ada juga yang kejar-kejaran sama temannya. Dengan riangnya ikan itu bermain tanpa rasa bosan sekalipun. Bagaikan pasangan kekasih yang sedang di mabuk cinta.

Kemudian, saya bergumam sendiri. Apa ikan itu, merasa bosan, merasa jenuh, merasa bt, merasa stres tidak yah. Seperti, kebanyakan manusia. Jawabannya, saya sendiri pun tidak tahu. Munkin karena keterbatasan saya sebagai manusia yang tidak mengerti bahasa hewan yang bernama ikan.

Tetapi, yang menjadikan saya kagum terhadap ikan tersebut, mereka dengan riang dan gembiranya tanpa beban ikan itu hidup di dalam air yang berada dalam Aquarium. Saya perhatikan mereka dengan cermat. Ah, bahagia sekali ikan itu.

Jadinya, saya seperti orang gila sendiri ( upss, tidak donk, intermezo). Kemudian, saya berkata kepada ikan itu, tentunya dengan bahasa-bahasa saya sendiri donk.....hehe, mereka paham atau tidak. Yang penting saya sendiri paham.

Begini, saya berkata pada ikan, “alangkah bahagianya yah! engkau ikan hidup, engkau hidup tanpa beban, tanpa banyak keinginan, dan tanpa banyak masalah yang sering manusia hadapi”. Seperti, saya ini. Tetapi, engkau selalu hidup bahagia”.

Ikan pun, membisu seribu bahasa tidak menjawab perkataan saya. Hmmm, yah! memang ikan tidak bisa bicara. Coba, kalau ikan bisa ngomong, pasti mereka tak pernah bohong. Mereka hanya melihat saya dengan matanya tanpa berkedip sedikitpun. Kalau pun mereka berkedip, waaaaah ! saya yang jadi ketakutan sendiri. Pastinya, saya sudah ngacir sambil menggunakan jurus langkah seribu. Kalau perempuan cantik yang ngedipin sih, tidak tau yah! Hmmm, Ini ikan yang ngedipin matanya, aneh kali,...heheh.

Sebenarnya, tidak ada hubungannya ikan dengan tulisan ini. Hanya, saya suka makan ikan. Habisnya, ikan enak sih. Apalagi, ikan makanan yang bergizi. Ah, jangan tanya masalah pergizian saya kurang paham. Lagian, saya bukan dokter ikan yang paham tentang permasalahan ikan dilihat dari segi kesehatan. Ataupun, dari segi yang lainnya. Tahunya, saya ikan adalah makanan yang enak dan bergiji, itu saja.

Begini, ikan juga sama-sama makhluk ciptaan Tuhan seperti manusia. Tidak ada bedanya dengan manusia. Apalagi, kalau kita lihat dalam segi ilmu Mantiq (logika) kita sama ikan, adalah sama-sama hewan. Hanya, bedanya kalau manusia adalah hewan yang berakal, kalau ikan hewan yang tidak berakal.

Jadi, intinya kita sama juga donk dengan ikan dan makhluk yang lainnya, sama-sama hewan. Nah, lho kita disamakan dengan ikan atau hewan yang lainnya. Anda jangan salah paham dan marah dulu sama saya yah. Tunggu dulu, kemarahan anda sebentar. Kata orang engga baik lho suka cepat marah. Jadi, bedanya apa? Ah, sebenarnya kita dalam segi bentuk dan rupa saja sudah beda dengan ikan. Terus, yang dimaksud saya agar kita beda dengan ikan, apanya?

Nah, itu tadi kita makhluk Tuhan yang telah diberikan kelebihan akal untuk berfikir. Beda dengan makhluk-makhluk yang lainnya. Kita bisa jadi lebih mulia dari malaikat. Apabila, kita bisa menggunakan akal dengan baik. Dan kita juga bisa jadi lebih rendah daripada Syaitan dimata Tuhan. Apabila, kita menggunakan akal yang telah diberikan-Nya tidak baik.

Karena akal membedakan manusia dengan makhluk yang lainnya. Dengan akal, manusia bisa memilih, berfikir, bertindak, dan menjalankan segala apa yang telah di perintahkan Tuhan kepada-Nya. Dengan akal bisa memilih mana yang baik dan mana yang buruk.

Begitu juga, kita dengan hewan yang namanya ikan. Nasib kita akan sama seperti ikan, kalau kita tidak bisa menggunakan kelebihan kita dengan baik. Bahkan, bisa jadi ikan akan lebih mulia daripada manusia di sisi Tuhan. sebagaimana Tuhan sendiri mengatakana “bahkan mereka akan lebih sesat daripada hewan”. Jika manusia tidak bisa menggunakan kelebihan akalnya dengan baik.

Wah, sedih sekali yah hidup kita. Ternyata, kita akan lebih rendah nilannya daripada ikan. Kalau segala kelebihan tidak digunakan dengan baik. Ikan sih masih enak dagingnya, dan masih bisa di konsumsi oleh manusia. Tapi manusia itu sendir? Aduh, tidak kebayang. Waktu hidup aja, udah tidak berguna, gimana matinya yah. Lagian, daging manusia udah tidak enak. Kecuali kanibal kali yang suka daging manusia.

Ah, kalau saja manusia bisa meminta. Saya akan meminta untuk dilahirkan kedunia ini menjadi ikan saja. Biar hidup ini, tidak mempunyai beban, tidak mempunyai tanggungjawab, tidak akan ditanya nanti di akhirat. Bebas dari segala pertanyaan dan tanggungjawab. Tapi, tidak bisa! Saya telah dilahirkan kedunia ini menjadi manusia.

Mmm, persis keinginan saya ini seperti orang yang menyekutukan Tuhan. ketika mereka meninggal dunia, tidak percaya adanya kehidupan lagi setelah dunia. Dan mereka tidak percaya dengan apa yang digambarkan Al-Qur’an. Kemudian setelah mereka meninggal dunia, ternyata semua yang diceritakan al-Qur’an itu benar.

Lalu, mereka berkata pada Tuhan. “wahai Tuhanku! kembalikan lagi aku kedunia, aku berjanji akan beriman kepada-Mu. Sekarang aku benar-benar percaya, dan menyesali atas segala perbuatanku waktu di dunia”. Kemudian Tuhan menjawab, “kemarin-kemarin kemana aja, kenapa anda baru menyadari sekarang. Sudah terlambat, sekarang tidak ada kata maaf bagimu. Coba, kalau Tuhan sudah berkata begitu. Sedih banget, sengsara hidup ini. Mau minta tolong sama siapa? Sedangkan ikan hidupnya bahagia bertemu Tuhannya.

Nasi telah menjadi bubur tidak bisa dirubah menjadi nasi kembali. Itulah hidup. Jangan mengatakan menyesal kalau sudah terjadi. Tapi, bagaimana penyesalan itu tidak terjadi. Kita diberikan akal untuk berfikir, yang membedakan kita dengan ikan dan makhluk yang lainnya. Bagaimana menggunakannya pemberian itu dengan baik. Agar hidup ini bermakna dan berarti. Sebagaimana yang Tuhan harapkan.

Bagaimana kita bisa mengisi kehidupan ini dengan makna dan arti. Bisa selalu bersyukur dengan apa yang telah diberikan Tuhan kepada kita. Bisa menggunakan akal dengan baik, sesuai dengan tuntutan Tuhan. Wallahu’alam.

Madinat Nasr, 3/5/2010

Ajidin.

Friday, April 30, 2010

Pengorbanan Seorang Ibu Tanpa Batas.

Pengorbanan Seorang Ibu Tanpa Batas.

Hari kamis, aduh rasanya males sekali untuk keluar rumah. Sebenarnya sih pengen jalan-jalan untuk mencari udara segar. Untuk menghilangkan rasa penat dan bosan dirumah. Ah, saya paksakan saja tuk pergi jalan-jalan keluar. Akhirnya, saya sms temen untuk ngajak jalan-jalan bareng. Eh, kebeneran temen pun menyambut ajakan saya. Jadinya, jadi juga deh jalan-jalan.

Lalu, saya langkahkan kaki berjalan menuju “Mahattah” ( terminal bis) yang tidak jauh dari tempat kosan. Yah, kira-kira 200 meter dari tempat saya ngekos. Itung-itung jalan beneran, sebelum saya pikir tar juga bakalan naik bis. Temen yang telah saya sms pun telah menunggu di depan. Tidak banyak basa-basi, saya langsung menyalaminya. Ayo, berangkat. Habis itu jalan deh. Karena memang, temen saya bener-bener pengen jalan tidak mau naik mobil. Ia bilang, katanya kamu ngajak jalan-jalan, ayo kita jalan aja. Wah, inimah nyiksa,..hiks-hiks..padahal saya ngajak jalan kan bukan beneran jalan kaki, hehe...

Hmmmm, terpaksa. Akhirnya saya ngikutin juga jalan. Sambil menelusuri jalan yang di lalui, saya pun bercerita-cerita sama temen itu. Karena dijalan sangat rame dengan kendaraan yang lalulalang. Memang asyik juga, bener-bener jalan kaki. Jalan-jalan di keramaian kota memang sangat asyik dan menyenangkan. Apalagi jalannya rame-rame. Rasa lelah dan haus pun tak terasa. Karena dijalannya sambil ngobrol dan bercanda. Perjalanan jauhpun tak terasa, tau-tau sudah sampai saja ditempat tujuan.

Memang, tujuannya jalan ke daerah At Thaba. Yah, sampai juga di daerah itu. At Thaba adalah, daerah yang terletak di pusaran kota Kairo. Daerahnya, sangat ramai. Karena memang, pusat perdagangan disana. Jadi, tidak heran kalau daerah itu dipenuhi oleh orang-orang yang berbelanja disana. Munkin juga, orang-orang mau berdesak-desakan disana karena memang benar-benar mau belanja. Atau juga, mereka hanya ingin jalan-jalan tuk menghilangkan rasa jenuh dirumah, seperti yang saya lakukan bersama temen.

Ketika saya jalan ditengah keramaian orang, tiba-tiba saya melihat ibu tua yang sedang duduk di pinggiran jalan. Ibu tua itu, kelihatannya sangat sedih sekali. Dengan rasa penasaran saya hampiri ibu tua tersebut. Seraya mengucapkan salam. “Assalamuikum” lalu ibu tua itu menjawab. “Walaikumsalam warahmatullahiwabarakatuh’, dengan jawaban yang sempurna. Karena kita dianjurkan, ketika orang mengucapakan salam, maka jawablah dengan jawaban yang sempurna. Seperti, jawaban ibu tadi.

Dengan modal bahasa arab amiyah,(bahasa sehari hari yang digunakan orang Mesir, atau orang Arab lainnya) yang pas-pasan. Tapi, lumayan-lah ibu tua itu bisa mengerti dan paham perkataan saya, hmmmm. Kalau di alih bahasakan menjadi bahasa indonesia, kira-kira jadinya seperti ini. Lho kok, jadi bahasa indonesia nih, bukannya berbicara sama orang Mesir. Yah, daripada saya nulisnya salah, kan jadinya malu sama anda yang membaca ini. Lalu, anda mengetawain saya donk! Boong, hanya just kidding. Lanjut aja yah, daripada saya ngebahas soal bahasa, jadinya kapan ceritanya. Sabar, katanya kan orang sabar disayang Tuhan.

“Ibu! Apa kabar? Sambil melirik kepada saya ibu itu menjawab. Alhamdulillah baik yabni, (Nak). Lalu, ibu tua itu malik nanya, darimana kamu nak? Owh, saya dari indonesia bu. Kemudian ibu tua tadi nanya lagi. Kamu lagi ngapain nak disini? Saya lagi jalan-jalan aja bu. Dan kebetulan saya lewat kesini. Melihat ibu sepertinya lagi bersedih. Maka, saya penasaran ingin bertanya kepada ibu. Sebenarnya ada apa bu? Dengan penuh semangat ibu itu bercerita. Begini nak! Ibu mempunyai seorang anak satu-satunya, tapi anak ibu sudah hampir dua minggu tidak pulang kerumah. Ibu khawatir, takut anak ibu kenapa-kenapa?

Sambil duduk saya bertanya lagi kepada ibu tua itu. Memangnya, ibu dari mana? Saya dari Mansurah nak. Jauh juga ibu dari Mansurah ke at Thaba. Iya nak! Ibu udah cape, lelah, dan sampai sekarang ibu masih belum menemukan anak ibu yang hilang itu. Mansurah adalah nama tempat yang ada di Mesir. Sebuah propinsi yang jauh dari kota Kairo.

Memangnya, anak ibu kenapa? Begini nak, anak ibu tidak seperti anak-anak yang lainnya. Ia sakit (kurang normal). Jadi, ibu sangat khawatir sekali. Ia tidak tau apa-apa, untuk pulang pun dia tidak tahu. Munkin dia kesasar tidak tahu jalan pulang.

Kemudian saya bertanya kembali. Kenapa ibu tidak lapor polisi aja bu. Kalau ibu lapor polisi, pasti anak ibu cepat ditemukan. Sambil menangis ibu tua itu menjawab. Ibu telah lapor polisi, tapi sampai saat ini belum ada kabarnya. Ibu sudah putus asa nak. Ibu harus mencari kemana lagi.

Mendengar perkataan seorang ibu tadi. Lamunan Saya langsung menerang jauh kedepan. Saya jadi teringat pada ibu sendiri. Bagaimana, seorang ibu yang selalu memikirkan anaknya yang nan jauh disana. Munkin, ia selalu memikirkan anaknya setiap detik, setiap jam, setiap hari, bahkan setiap detik napasnya. Ia selalu memikirkannya, bagaimana kabar anakku yang nan jauh disana. Ia selalu memikirkannya, bagaimana anakku sehat-sehat saja di sembrang sana. Walaupun, belum tentu anak yang dipikirkannya memikirkan ibunya.

Tak terasa, air matapun mengalir membasahi pipi saya. Karena saking terharunya dengan perkataan seorang ibu tua tadi. Bagaimana, seorang ibu yang telah tua renta. Masih tetap berjuang untuk mencari anak yang dicintainya. Ia tidak kenal lelah dan cape untuk tetap mencari belahan jiwanya. Walaupun, ia sendiri tidak tau keberadaan anaknya itu. Tapi pengorbanannya tak terbatas waktu.

Seorang ibu yang selalu sayang dan cinta pada anaknya. Seorang ibu yang selalu berkorban demi masa depan anaknya. Seorang ibu yang selalu memikirkan, bagaimana anaknya bisa tumbuh besar dengan sehat dan bahagia.

Cerita di atas hanya sebagai gambaran, begitu sayangnya seorang ibu terhadap anaknya. Sampai-sampai Saya sendiri di sini tidak bisa lagi melanjutkan obrolan dengan ibu tua tadi. Karena saya sudah tidak kuat lagi untuk meneruskan pembicaraan dengan ibu itu. Pikiran saya langsung buntu secara tiba-tiba. Tidak kuat lagi untuk mendengarkan ibu itu bercerita. Saya hanya bisa berucap, semoga ibu bisa cepat menemukan anak ibu yang hilang. Semoga Allah bisa mempertemukan ibu dengan dia.

Pada waktu itu, saya tidak bisa berbuat apa-apa untuk menolongnya. Saya hanya berdoa dalam hati. “Ya Allah, semoga Engkau bisa mempertemukan ibu ini dengan anaknya”. Itu yang terucap dalam doa saya. Kemudian, saya minta izin untuk pamitan padanya. Dengan rasa sedikit gembira ibu itu berkata; terimakasih nak! Telah menemani ibu. Semoga Allah memberkati hidupmu. Amin. Itu jawaban yang saya dapat ucapkan.

Seorang Ibu yang telah melahirkan dan membesarkan kita dengan penuh kasih sayang tanpa mengharapkan imbalan apapun. Seorang Ibu yang mampu memberikan waktunya 24 jam sehari bagi anak-anaknya, tidak ada perkataan bosan, tidak ada perkataan lelah ataupun tidak mungkin. Seorang Ibu yang selalu mendoakan dan mengingat anaknya tiap hari, tiap menit, bahkan di sepanjang hidupnya. Bukan hanya waktu tertentu saja. Kenapa kita baru bisa dan mau memberikan waktu, atapun hadiah kepada Ibu kita hanya pada waktu tertentu saja. Munkin hanya ketika kita sedang mengingatnya, atau sama sekali tidak. Sedangkan di hari-hari lainnya tidak pernah mengingatnya, boro-boro memberikan hadiah, untuk menelpon saja kita tidak punya waktu.

Kita akan bisa lebih membahagiakan Ibu kita apabila kita mau memberikan sedikit waktu kita untuknya, waktu nilainya ada jauh lebih besar daripada hadiah yang diberikan kepadanya. Kasih dan sayangnya tidak pernah akan terbalas oleh apa pun. Bagi yang masih jauh dari ibu, Kapan kita terakhir kali menelpon Ibu? Kapan terakhir kali kita mengajak Ibu ngobrol? kapan terakhir kali kita memberikan kecupan manis dengan ucapan terima kasih kepada Ibu kita? Dan kapankah kita terakhir kali berdoa untuk Ibu kita?

Berikanlah kasih sayang selama Ibu kita masih hidup, percuma kita memberikan hadiah ataupun tangisan apabila Ibu telah tiada. Hanyalah doa dah perhatian yang ibu harapkan. Ibu pengorbananmu yang besar, kasih dan sayangmu yang tulus, tak bisa anakmu balas dengan apa pun. Semoga ibu selalu hidup bahagian di dunia dan di akhirat. Amin.

Kairo, kamis 28/4/2010

Ajidin.

http://ajidpurwakarta.blogspot.com/.